Apakah Anda seorang suami yang merasa mulai bosan dengan istri Anda? Atau mungkin Anda seorang istri yang merasa sudah bosan dengan suami Anda?
Ummu Khalid menulis sebuah karya yang mungkin dapat memadamkan api kebosanan yang mulai membakar taman rumah tangga Anda.
Ladies, in your marriage, always choose boredom over excitement.
I’ve been married for sixteen years alhamdulillah, and my marriage is “boring.”
And I love it!
A “boring” marriage with a “predictable” man is really actually a solid, stable, secure relationship with a reliable, steady man with whom you are fully comfortable and relaxed.
Some wives are blessed enough to have this, but they find it “boring” or “meh.”
Why?
Because they’re fantasizing about the thrill of the chase, the excitement of novelty, the adventure of the unknown and unfamiliar. They crave the butterflies in the stomach, the blush that comes over the face, the sparkle of speculation in the eyes. They want the “spark” with a mystery man they just met, not the husband they’ve known for nine years.
Some people even destroy their marriage because they’re “not in love” anymore.
But these are just dreams of infatuation, romance, lust.
Not love.
Real love isn’t crazy. It isn’t unstable or hectic or messy. It isn’t confusing or heady. It isn’t really very “exciting” because there’s no drama.
Real love is comfortable, calm, peaceful. Serene and tranquil. Like in the word َسَكَن , “sakana,” “to be still, without movement.” The very same word Allah Himself uses in the Quran to describe marriage:
وَمِنْ ءَايَـٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً
“And of His signs is that He created for you from yourselves mates that you may find tranquility in them; and He placed between you affection and mercy…” (Surat Ar-Rum, 21)
The first description of a spouse is in the word تسكنوا, “to find tranquility/ serenity/ peace/ stillness.” Then, after that, Allah also uses the words “affection” and “mercy.”
Real love is serene, affectionate, merciful.
It deepens over time, maturing into a beautiful blossom when the initial rush of the honeymoon fades. It settles into a cozy routine of daily life, day in and day out, predictable and dependable. It grounds us. It allows us to be fully ourselves.
But, because we are human and humans are often impatient, we grow bored with this, tired of what begins to feel like monotony. We begin to grow restless, dissatisfied, discontented.
خُلِقَ الْإِنسَانُ مِنْ عَجَلٍ
“The human being was created from haste/ impatience…” (Surat Al-Anbiya’, 37)
وكان الإنسان عجولا
“And the human being is ever hasty.” (Surat Al-Isra’, 11)
We lack patience. We don’t have perseverance.
We see the grass as always greener on the other side.
But…the grass is greener where you water it.
So, devote your pent-up energy to your marriage. Pay closer attention to your husband. See him as though for the first time. Recreate the romance. Try to change things up a bit at home to spice up your relationship with your husband.
Never give up on your healthy marriage to a good man.
Persevere.
InshaAllah you will love the results!
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:
Wahai para istri, dalam pernikahan Anda, selalu pilihlah rasa “bosan” daripada “kegembiraan” yang berlebihan.
Saya telah menikah selama enam belas tahun, alhamdulillah, dan pernikahan saya “membosankan.”
Dan saya sangat menyukainya!
Pernikahan yang “membosankan” dengan seorang suami yang “dapat ditebak” sebenarnya adalah hubungan yang kokoh, stabil, dan aman, dengan seorang suami yang dapat diandalkan dan konsisten, di mana Anda merasa sepenuhnya nyaman dan tenang.
Beberapa istri cukup beruntung memiliki hal ini, tetapi mereka merasa pernikahannya “membosankan” atau “biasa saja.”
Mengapa demikian?
Karena mereka berkhayal tentang sensasi kejar-kejaran, kegembiraan akan sesuatu yang baru, petualangan menuju yang tidak dikenal. Mereka merindukan rasa berdebar-debar di perut, rona merah di wajah, dan kilauan spekulasi di mata. Mereka menginginkan “percikan” dengan pria misterius yang baru mereka temui, bukan suami yang telah mereka kenal selama sembilan tahun.
Beberapa orang bahkan menghancurkan pernikahannya karena merasa “tidak lagi jatuh cinta.”
Tetapi, semua itu hanyalah mimpi tentang hasrat, romansa, dan nafsu.
Bukan cinta.
Cinta sejati tidak gila. Ia tidak labil, kacau, atau berantakan. Ia tidak membingungkan atau memabukkan. Cinta sejati sebenarnya tidak terlalu “menggembirakan” karena tidak ada drama di dalamnya.
Cinta sejati adalah nyaman, tenang, damai. Penuh ketenangan dan ketenteraman. Seperti dalam kata سَكَنَ (sakana), yang berarti “diam, tanpa gerakan.” Kata yang sama yang digunakan Allah sendiri dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan pernikahan:
وَمِنْ ءَايَـٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةًۭ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
(Surah Ar-Rum: 21)
Deskripsi pertama tentang pasangan adalah dalam kata تَسْكُنُوا, “agar kamu merasa tentram/ damai/ tenang/ tanpa gerakan.” Setelah itu, Allah juga menggunakan kata “kasih” dan “sayang.”
Cinta sejati itu damai, penuh kasih, dan penyayang.
Cinta yang sejati semakin dalam seiring berjalannya waktu, tumbuh menjadi bunga yang indah ketika gelombang awal bulan madu memudar. Cinta menetap dalam rutinitas harian yang nyaman, hari demi hari, dapat diprediksi dan dapat diandalkan. Cinta yang menguatkan kita. Cinta yang membuat kita bisa menjadi diri kita sendiri sepenuhnya.
Namun, karena kita manusia, dan manusia sering kali tidak sabar, kita mulai bosan dengan hal ini, lelah dengan apa yang terasa seperti monoton. Kita mulai merasa gelisah, tidak puas, dan kecewa.
خُلِقَ الْإِنسَانُ مِنْ عَجَلٍ
“Manusia diciptakan dari sifat tergesa-gesa…” (Surah Al-Anbiya’: 37)
وَكَانَ الْإِنسَانُ عَجُولًۭا
“Dan manusia adalah makhluk yang sangat tergesa-gesa.” (Surah Al-Isra’: 11)
Kita kekurangan kesabaran. Kita tidak memiliki ketekunan.
Kita selalu melihat rumput tetangga lebih hijau dari milik kita.
Tetapi, kenyataannya… rumput akan lebih hijau di tempat yang Anda rawat dan sirami.
Jadi, salurkan energi yang terpendam itu untuk pernikahan Anda. Perhatikan lebih dalam pada suami Anda. Lihatlah dia seolah-olah untuk pertama kalinya. Ciptakan kembali romansa yang dulu. Cobalah untuk mengubah suasana di rumah agar hubungan Anda dengan suami lebih berwarna.
Jangan pernah menyerah pada pernikahan yang sehat dengan suami yang baik.
Bersabarlah.
Insya Allah, Anda akan menyukai hasilnya!