Man jadda wajada (مَنْ جَدَّ وَجَدَ) adalah salah satu pepatah Arab yang sangat terkenal di Indonesia, terutama di kalangan para santri. Pepatah ini semakin populer setelah novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi mendapat perhatian luas, terutama di kalangan remaja dan mahasiswa. Kini, kita sering mendengar ungkapan man jadda wajada (مَنْ جَدَّ وَجَدَ).
Arti dari pepatah man jadda wajada (مَنْ جَدَّ وَجَدَ) adalah:
“Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan meraih apa yang dicita-citakannya.”
Ini adalah prinsip yang berlaku secara umum, tentu saja setelah pertolongan dari Allah. Seorang pelajar yang bersungguh-sungguh belajar, selain mendapatkan ilmu, juga akan meraih nilai yang baik serta lulus dengan prestasi gemilang.
Prinsip ini berlaku di berbagai bidang; siapa pun yang bersungguh-sungguh, akan mencapai kesuksesan.
Pepatah man jadda wajada (مَنْ جَدَّ وَجَدَ) sebenarnya mengandung makna yang lebih dalam dari sekadar kerja keras. Dalam bahasa Arab, kata “jada” (جَدَّ) memiliki konotasi yang kuat akan kesungguhan, ketekunan, dan fokus yang tak tergoyahkan. Ini bukan hanya tentang berusaha, tetapi juga tentang konsistensi dan dedikasi dalam mencapai tujuan.
Kata “wajada” (وَجَدَ) di sini berarti “menemukan” atau “mendapatkan,” yang menunjukkan bahwa hasil dari usaha tersebut bukan hanya “keberhasilan”, tetapi juga “pemahaman” dan “pencerahan”.
Pepatah ini juga erat kaitannya dengan konsep ketawakalan dalam Islam, di mana seseorang dianjurkan untuk berusaha sekuat tenaga, namun tetap menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah.
Konsep tawakal yang melengkapi pepatah man jadda wajada juga didukung oleh beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satu ayat Al-Qur’an yang sering dijadikan pedoman dalam tawakal terdapat dalam surah Ali Imran ayat 159:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Fa idzā ’azamta fatawakkal ’alallāh, innallāha yuhibbul-mutawakkilīn.”
Artinya: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159)
Ayat ini menekankan bahwa setelah seseorang berusaha dan membuat keputusan yang matang, langkah selanjutnya adalah bertawakal kepada Allah, karena hasil akhirnya berada dalam kuasa-Nya. Ini menunjukkan keseimbangan antara usaha manusia dan penyerahan hasil kepada Allah, yang merupakan inti dari pepatah man jadda wajada.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan pentingnya usaha sebelum bertawakal:
عَنْ أَنَسٍ قال رجلٌ يا رسولَ اللهِ أعقِلُها وأتوكَّلُ أو أُطلقُها وأتوكَّلُ قال اعقِلها وتوكَّلْ
“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, ada seseorang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah aku harus mengikat untaku kemudian bertawakal, atau aku biarkan saja dan bertawakal?’ Nabi menjawab: ‘Ikatlah untamu, lalu bertawakkallah.’” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini mengandung pelajaran penting bahwa usaha manusia tetap dibutuhkan, meskipun mereka mengandalkan pertolongan Allah.
Dalam konteks man jadda wajada, seseorang harus berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuannya, namun tetap meyakini bahwa hasil akhirnya adalah ketetapan dari Allah.
Dalam perspektif ini, man jadda wajada mengingatkan bahwa kerja keras adalah bagian dari ikhtiar, namun keberhasilan sejati ada dalam ketetapan dan kehendak Allah. Dengan kata lain, manusia diwajibkan untuk berusaha, tetapi tidak boleh melupakan bahwa hasil akhir ada dalam tangan-Nya.
Dari sisi sejarah, pepatah ini konon telah digunakan sejak zaman kejayaan peradaban Arab-Islam, ketika para ulama dan pemikir besar Islam menerapkan prinsip ini dalam kehidupan mereka. Mereka tidak hanya berteori, tetapi benar-benar mencurahkan waktu dan tenaga dalam bidang-bidang yang mereka geluti. Prinsip man jadda wajada menjadi pedoman dalam menuntut ilmu, yang pada akhirnya mendorong mereka mencapai puncak keilmuan yang diakui dunia hingga saat ini.
Satu fakta menarik lainnya, pepatah ini juga mendapat tempat di berbagai budaya Muslim di luar Arab, termasuk Indonesia. Para ulama dan tokoh pendidikan di Indonesia menggunakan pepatah ini untuk memotivasi generasi muda agar tidak mudah menyerah dalam menuntut ilmu dan meraih cita-cita. Di beberapa pondok pesantren, pepatah ini bahkan menjadi semboyan yang tertulis di dinding-dinding kelas sebagai pengingat bahwa kesuksesan tidak datang tanpa usaha yang keras dan sungguh-sungguh.
Man jadda wajada!